Musyawarah Mufakat Sebagai Penyeimbang Koalisi Merah Putih dan Salam Dua Jari Dalam Memperkuat Dasar Demokrasi Indonesia
Sedangkan musyawah itu sendiri memiliki
pengertian yaitu proses
pembahasan suatu persoalan dengan maksud mencapai keputusan bersama. Mufakat
adalah kesepakatan yang dihasilkan setelah melakukan proses pembahasan dan
perundingan bersama. Jadi, musyawarah mufakat merupakan proses pembahasan
sebuah persoalan secara bersama demi mencapai kesepakatan bersama.
Musyawarah
mufakat dilakukan sebagai salah satu cara untuk menghindari pemungutan suara
yang menghasilkan kelompok minoritas dan mayoritas. Adanya musyawarah mufakat
diharapkan dua atau beberapa pihak yang berbeda pendapat tidak terus bertikai
dan mendapatkan jalan tengah. Maka dari itu, dalam proses musyawarah mufakat
diperlukan kerendahan hati dan keikhlasan diri dalam menerima segala keputusan
yang dibuat dari hasil perundingan bersama.
Dalam kehidupan kemasyarakatan demokrasi,
musyawarah mufakat merupakan cara yang tepat untuk mengatasi berbagai silang
pendapat. Musyawarah mufakat berpeluang mengurangi penggunaan kekerasan dalam
memperjuangkan kepentingan kaum tertentu saja. Musyawarah mufakat berpotensi
menghindari dan mengatasi kemungkinan terjadinya konflik. Meski
terkesan sederhana, namun jika berkaitan dengan kepentingan bersama, langkah
ini adalah langkah yang terbaik untuk mendapatkan solusi yang baik.
Dalam masyarakat demokrasi nilai musyawarah mufakat ini,
merupakan suatu sistem sosial dalam masyarakat Indonesia untuk bersepakat
mengangkat seorang pemimpin untuk memimpin. Adapun dialog yang berkesinambungan
dan berproses secara alami sehingga menghasilkan kepada satu kesepakatan demi
kepentingan bersama. Inilah yang sesungguhnya, dalam komunitas kecil pada
masyarakat Indonesia masih sangat menjamur dan membudaya. Biasanya pemimpin
yang dimunculkan dari mayarakat ini cenderung ditaati oleh mereka yang telah
bersepakat memilihnya secara sukarela atau karena tidak ada pilihan yang lain.
Memang, untuk kuantitas masyarakat Indonesia yang semakin
bertumbuh dan berkembang telah membuat masyarakat Indonesia justru semakin
meninggalkan jatidiri dari sebuah sistem musyawarah mufakat itu sendiri dengan
mengedepankan sistem voting. Sistem pemilihan menggunakan voting tentu saja
tidak ada yang salah. Hanya saja, proses dari sebuah musyawarah mufakat yang
dianut telah dilompati begitu saja. Sehingga, yang ada justru bukanlah untuk
kebersamaan melainkan untuk sebuah kepentingan tertentu yang mengatasnamakan
kebersamaan. Sehingga terjadi apa yang menjadi istilah jual beli suara. Inilah
yang sangat berbahaya yang akhirnya mudah disusupi oleh kepentingan kapitalis
yang memporakporandakan sistem musyawarah mufakat.
Sekadar mengingatkan, DKI Jakarta merupakan ibukota negara
barometer dari sebuah perkembangan demokrasi bangsa ini. Masih segar dalam
ingatan kita belum lama ini proses pemilu kepada daerah gubernur DKI Jakarta,
sesungguhnya telah terjadi proses musyawarah mufakat. Hal ini ditandai dari
peran media sosial baik itu facebook maupun twitter. Terjadi sebuah kesepakatan
yang mengarah kepada sosok Jokowi sebagai sosok yang diinginkan oleh masyarakat
DKI Jakarta. Kini peristiwa itu terus bergulir "menggiring" sosok
Jokowi menjadi Presiden NKRI 2014 - 2019 mendatang. Padahal, perannya dalam
menjalankan tugas dan tanggungjawab sebagai Gubernur DKI Jakarta belumlah usai,
bahkan barulah dimulai.
Sosok Jokowi - JK yang maju sebagai calon presiden Indonesia
dengan jargon salam dua jari telah mampu menandingi Prabowo - Hatta sebagai tim
koalisi merah putih. Sehingga Jokowi dipastikan akan melaksanakan pengesahan
dirinya sebagai presiden terpilih dalam waktu dekat ini. Hadirnya koalisi merah
putih setelah pengesahan bahwa tim Jokowi - JK telah memenangkan pemilihan
presiden, membuat banyak versi pendapat. Masyarakat kini dibuat bingung harus
melihat kebijakan siapa. Salam tiga jari yang diusung sebagai bentuk perdamaian
diantara dua kubu hanya menjadi wacana, bahkan mediapun pemberitaannya menjadi
tidak seimbang.
Politik kini menggeser budaya yang tertera di pancasila kita,
tanpa mengindahkan bahwa pemerintahan pada akhirnya jatuh kepada kepentingan
masyarakatnya. Politik yang mengedepankan setiap ideologi partainya membuat
sistem musyawarah mufakat menjadi tergeser. Kepentingan masyarakat seolah
diatur oleh dua kepemimpinan dimana Jokowi – JK sebagai penyelenggara
pemerintah dan Prabowo - Hatta sebagai penyeimbang pemerintah yang dijadikan
tagline dalam pemberitaan media.
Masyarakat Indonesia adalah masyarakat majemuk yang sangat
mengedepankan demokrasi dalam menanggapi setiap kebijakan pemerintah. Hadirnya
dua tim pada pemerintahan yang sekarang membuat kita balik lagi ke masa lalu
dimana Indonesia dikuasai oleh partai bukan masyarakat. Jika mengedepankan
musyawarah mufakat, tidak akan terjadi dua kubu pemerintahan seperti saat ini.
Seharusnya dalam menghadapi kebijakan untuk kesejahteraan masyarakatnya, pasti
hanya akan dihasilkan satu suara saja. Suara yang muncul nantinya akan memiliki
landasan kuat karena setiap lembaga yang ditunjuk membuat kebijakan tidak
terpengaruh intervensi lainnya.
Keutuhan NKRI, kini diragukan karena hadirnya dua kubu yang
masih saling mengedepankan ideologi masing-masing. Sehingga dalam pemerintahan
sendiri menjadi terbagi-terbagi. Bagaimana sebuah kebijakan akan sangat
mengedapankan kepentingan masyarakat jika, masih terpengaruh oleh intervensi
ideologi atau grand design dari
masing-masing kubu. Bahkan jika ditanya sampai saat ini, masyarakat dibuat
bingung karena kepala pemerintahannya pun masih terbagi-bagi.
Saatnya budaya asli Indonesia musyawarah mufakat kita
gaungkan demi sebuah kepentingan bersama dan bukan sebuah kepentingan tertentu mengatasnamakan
kebersamaan. Kini semuanya itu berpulang kepada kita, akankah sistem keaslian
masyarakat Indonesia ini direlakan dan membiarkan dirinya diporakporandakan.
Akankah landasan yang kita ketahui sampai saat ini menjadi hilang karena hanya
perbedaan yang masih bisa diselesaikan dalam sebuah kesepakatan bersama.
Duduk sama rata, berdiri sama tinggi. Hal yang harusnya
dikedepankan dalam pemutusan setiap kebijakan. Ketika pemerintahan memiliki
kekompakan dalam menjalani pemerintahannya, dengan dasar ingin mensejahterakan
masyarakatnya, dipastikan akan mengurangi bentrokan pemerintahan dibawahnya
yang lebih sederhana. Bagaimanapun pemimpin adalah sesosok yang nantinya akan
jadi panutan, diharapkan setiap pemimpin yang ada memiliki kerendahan dan
keikhlasan hati untuk mendengar dan mewujudkan impian tertinggi masyarakatnya.
Mendengar, mengerti dan mewujudkan tanpa adanya perselisihan dalam
pemerintahan, akan menjadikan masyarakat yang loyal terhadap kebijakan
pemerintah dan menjadikan masyarakatnya memiliki satu tujuan dalam mempererat
NKRI kita.
Penulis : Lita Lestari Utami